Minggu, 09 Oktober 2011

Jangan Abaikan Etika Bisnis

Praktik bisnis saat ini harus mengusung nilai-nilai etika dan spiritual. Meninggalkan nilai nilai ketuhanan dan kemanusiaan, jangan harap kegiatan bisnis berumur panjang. Pakar marketing dari Markplus Hermawan Kartajaya yang ikut meluncurkan The Celestial Management versi Inggris di hadapan The Chief Executive Officer Club beberapa waktu lalu menegaskan pentingnya nilai spiritual dalam dunia bisnis.

”Spiritual saat ini menjadi acuan dalam bisnis. Jika tak memperhatikan nilai etika, bisnis cepat mati,” kata Hermawan yang menjadi host dalam pertemuan The Jakarta Chief Executive Officer Club di The Mercantile Jakarta. Kasus Enron, atau bangkrutnya korporasi besar multinasional menjadi contoh bahwa bisnis bukan sekadar untuk mencetak laba. ‘’Honest atau kejujuran merupakan segalanya.’’

Penerapan nilai etika dan spiritual dalam bisnis, menurut Hermawan, menjadi kebutuhan belakangan ini. Krisis ekonomi serta situasi ekonomi global menjadi titik balik yang membawa nilai spiritual hadir kembali dalam kehidupan manusia termasuk bisnis. Karena itu, menurut dia, gagasan yang disampaikan Presiden Direktur Bank Muamalat Indonesia A.Riawan Amin dalam buku The Celestial Management merupakan hal universal yang harus diterapkan dalam semua segmen bisnis.

Krisis, kata Hermawan, membawa orang kembali kepada nilai spiritual. Tak terkecuali dalam menjalankan bisnis. Bisnis, kata Hermawan, bukan segalanya. Ada hal yang lebih bernilai dari itu. Itulah nilai etika berupa kejujuran, fairness, berbagi dengan sesama dan menghargai orang lain.

Hermawan mengaku sangat setuju dengan gagasan spiritualitas dalam bisnis. Spiritualitas, menurut dia, bukan hanya milik Islam. Namun yang dikembangkan Riawan Amin melalui The Celestial Management, menurut dia tetap merupakan wacana baru di tengah trend dan kebutuhan spiritualitas. ”Yang dituliskan dalam buku ini kan datang dari Alquran dan Hadis. Gagasan awalnya dari keimanan Islam. Tapi secara umum isinya universal dan diakui semua umat beragama.”

Hermawan mengakui bahwa kata Rahmatan Lil alamin yang pertama kali ia dengar dari Riawan Amin sangat benar maknanya. ‘’Ajaran Islam yang seperti ini ternyata sangat cocok.’’ Kata rahmatan lil alamin ia dengar pertama kali dari Riawan ketika datang ke BMI beberapa tahun silam untuk membantu manajemen. Hingga sekarang, universalitas Islam itu masih terngiang di telinganya.

Gagasan yang disampaikan CEO BMI itu juga sejalan dengan kampanye yang ia galakkan belakangan yakni wisdom in business. ‘’Kan intinya sama,’’ katanya. Ia mengemas tema wisdom in business dalam diskusi marketing dalam seminar dan siaran radio. Memorandum of Understanding tentang kajian wisdom in business sudah ditandatangani dengan pemimpin radio Delta FM beberapa waktu silam. Setiap Jumat, tema spiritual dan humanisme dalam kegiatan usaha akan menjadi topik bahasan.

‘’Sudah saatnya kita mengubah arah bisnis pada sesuatu yang lebih manusiawi,’’ katanya. Dan untuk mengaplikasikan spiritual values, katanya, ia setuju jika Riawan Amin orang-orang seperti Riawan Amin tak hanya duduk memimpin BMI tapi juga skala yang lebih luas. Dia bahkan setuju jika tokoh sekaliber Riawan bias duduk sebagai menteri pemberdayaan aparatur negara. Karena hanya dengan mengusung nilai spiritual, aparat bisa menjalankan fungsinya dengan benar tanpa korupsi, kolusi dan nilai ketidakjujuran lainnya.

Referensi:
http://thecelestialway.com/abaikan-etika-bisnis-out
http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html
http://web.bisnis.com/kolom/2id705.html

1 komentar: